KELAINAN KONGENITAL PADA
HISPRUNG, OBSTRUKSI BILIARIS, OMFALOKEL DAN GASTROKIZIZ
BAB I
PENDAHULUAN
- LATAR BELAKANG
Angka kematian neonatal di Indonesia
adalah 19/1000 kelahiran hidup, sedangkan angka kematian bayi adalah 32/1000
kelahiran hidup. Pola penyebab kematian bayi di Indonesia sepertinya mulai
terjadi pergeseran. Hal ini terlihat dari angka kematian bayi akibat infeksi,
asfikasia, dan berat bayi lahir rendah ( BBLR ) namu, bukan berarti angka
kematian bayi ini menurun secara total. Kemnekes RI menyampaikan bahwa angka
kematian bayi akibat kelainan kongenital sekitar 7%.2,6
Berdasarkan lapoan riskesdas pada
tahun 2007 terdapat sekitar 1,4% bayi baru lahir
usia 0-6 hari petama kelahiran dan 18,1% bayi baru ahir usian 7-28 hari
meninggal disebabkan karena kematian kelainan kongenital. Diperkirakan
prevalensi kelainan kongenital di Indonesia adalah 59,3/1000 kelahiran hidup.
Berdasarkan data WHO SEARO pada tahun 2010. Diperkirakan setiap tahun lahir 5
juta bayi di Indonesia, sehingg diduga akan terdapat sekitar 295.000 kasus
kongenitas pertahun. Hasil surveiland oleh kemenkes pada tahun 2016 mendapatkan
sebanyak 231 bayi mengalami kelainan kongenital. Survei ini berbasis 13 rumah
sakit terpilih yang dimulai dari awal September 2014 – akhir Agustus 2015
dengan batasan 15 kasus yang ddipilih dalam 7 klasifikasi kelainan kongenital.
Bayi bayi tersebut sebagian lahir dengan 1 jenis kelainan kongenital ( 87%),
dan bayi lahir dengan lebih dari 1jenis kelainan kongenital ( 13% ) ( Kemenkes,
2016). Kelainan kongnital yang paling banyak ditemukan talipes sebanyak 102
kasus ( 20,6% ), celah bibir atau langit-langit dan defektabung saraf
masing-masing 99 kasus ( 20% ), omfalokel 58 kasus ( 11,7 ) dan gastroskiziz (
5,5 % ) dari total 494 kasus.2
- RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan
latar belakang diatas rumusan masalah yang akan kami
bahas yaitu tentang kelainan kongenital, seperti : hisprung,
omfalokel, obstruksi biliaris dan gastrokiziz.
- TUJUAN
1.
Mengetahui
tentang kelinan kongenital.
2.
Mengetahui macam-macam kelainan
kongenital.
3.
Mengatahui
penyabab kelainan kongenital.
4.
Mengetahui penatalaksanaan
kelainan kongenital.
- MANFAAT
1.
Bagi Pasien
Memberikan
informasi terhadap pasien khususnya keluarga pasien mengenai faktor risiko
terjadinya kelainan kongenital dengan harapan dapat meningkatkan kewaspadaan.
2.
Bagi Tenaga Kesehatan
Memberikan informasi
mengenai kejadian kelainan kongenitalserta faktor resikonya sehingga dapat
menjadi masukan dalam pemecahan kejadian kelainan kongenital serta meningkatkan
pelayanan kesehatan dan keselamatan kerja.
3.
Bagi Penulis
Bagi penulis
selanjutnya diharapkan dapat menambah dan memperkaya ilmu pengetahuan di bidang
kelainan kongenital serta faktor resikonya.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
HISPRUNG
1. Pengertian
Penyakit
hirschsprung adalah kelainan yang terjadi pada usus besar (kolon). Penyakit ini
biasanya muncul sebagai kondisi bawaan pada bayi yang baru lahir. Bayi yang
menderita penyakit Hirschsprung seringkali kesulitan buang air besar karena
gangguan pada sel saraf yang berfungsi mengendalikan pergerakan usus.1
Kelainan atau kongenital adalah kelainan yang dibawah sejak lahir, yang
merupakan penyimpangan dari bentuk umum karena gangguan perkembangan dikemudian
hari. Sebab langsung sukar diketahui.4
Penyakit
Hisprung atau Hirschsprung Disease adalah suatu kondisi langka yang menyebabkan
feses menjadi terjebak di dalam usus besar. Bayi baru lahir yang memiliki
Megacolon congenital, nama lain penyakit Hirschsprung, akan mengalami kesulitan
buang air besar, tinja banyak tertahan dalam usus besar sehingga terlihat perutnya
membuncit.5
Pada kondisi
normal, usus akan bergerak secara terus-menerus untuk mendorong feses (kotoran
sisa makanan) ke arah anus. Pada penderita
penyakit Hirschsprung, saraf yang bertugas mengendalikan pergerakan ini tidak
berfungsi, sehingga menyebabkan feses terperangkap di usus. Gangguan pada saraf
ini bisa menimbulkan masalah seperti konstipasi, infeksi, pembengkakan di
perut, dan masalah usus lainnya.1
2. Diagnosis
Diagnosis
penyakit hirschsprung dapat ditegakkan dengan melakukan pemeriksaan fisik dan
laboratorium. Pemeriksaan fisik pada anak dengan hirschsprung ditemukan abdomen
sering mengalami distensi dengan feses yang teraba di kolon kiri. Pada neonatus
penderita enterokolitis dan peritonitis mekoneum dapat terlihat
nyeri lepas dan tanda-tanda peritoneum. Ampula rekti kecil dan kosong.Sedangkan
pemeriksaan laboratorium dapat dilakukan dengan radiografi abdomen maupun
pemeriksaan barium enema tanpa persiapan.10,8
Penyakit Hirschsprung terjadi ketika sel
saraf di usus besar tidak terbentuk secara sempurna. Sel-sel ini berfungsi
mengendalikan kontraksi yang menggerakkan feses melalui usus. Tanpa adanya
kontraksi tersebut, feses akan terperangkap di usus besar. Penyebab kerusakan
sel saraf ini masih belum jelas sampai saat ini. Pada beberapa kasus, penyakit
ini terjadi karena faktor keturunan atau disebabkan oleh mutasi genetik.1
Bayi yang mengalami penyakit Hirschsprung
berpotensi mengalami komplikasi berupa infeksi usus parah yang disebut
enterokolitis. Kondisi tersebut bisa mengancam nyawa dan penderitanya harus
cepat mendapat penanganan medis. Penderita biasanya harus menjalani prosedur
pembersihan kolon dan menggunakan obat antibiotik yang diresepkan oleh dokter.1
Penyakit Hirschprung lebih sering terjadi pada jenis
kelamin laki-laki dari pada perempuan dengan rasio perbandingan 4:1. Namun pada
kasus segmen usus yang mengalami aganglionosis lebih panjang maka insidensi
pada perempuan lebih besar dari pada laki-laki. Serabut saraf intrinsik
yangberfungsi mengatur motilitasnormal saluran cerna terdiri dari pleksus Meissner,
pleksus Aurbachii, dan pleksus mukosa kecil. Ganglia ini berfungsi mengatur
kontraksi dan relaksasi otot halus (lebih dominan relaksasi).8
3. Deteksi dini
a. Anak
yang menderita penyakit hirschsprung sering mengalami keterlambatan pasase
mekonium. Pada bayi normal, 94% akan mengeluarkan mekonium dalam 24 jam pertama
kehidupannya, dibandingkan dengan hanya 6% bayi yang menderita penyakit
hirschsprung.
b. Penyakit
hirschsprung, penyebab tersering obstruksi kolon pada neonatus, dapat muncul
pada periode neonatus dengan muntah, anoreksia, dan kegagalan mengeluarkan
feses.
c. Anak-anak ini dapat mengalami diare yang
terjadi sekunder akibat peningkatan sekresi cairan ke dalam proksimal usus
hingga obstruksi parsial. Diare akan berlanjut menjadi
enterokolitis,menyebabkan dehidrasi hebat dan gangguan elektrolit.
Enterokolitis cenderung berulang dan dapat fatal.1
4.
Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan
non bedah
Pengobatan
penyakit Hirschsprung terdiri atas pengobatan non bedah danpengobatan bedah.
Pengobatan non bedahdimaksudkan untuk mengobatikomplikasi-komplikasiyang
mungkin terjadi atau untuk memperbaiki keadaan umum penderita sampai pada saat
operasi definitif dapat dikerjakan. Pengobatan non bedah diarahkan pada
stabilisasi cairan, elektrolit, asam basa dan mencegah terjadinya overdistensi
sehingga akan menghindari terjadinya perforasi usus serta mencegah terjadinya
sepsis. Tindakan tindakan nonbedah yang dapat dikerjakan adalah pemasangan infus,
pemasangan pipa nasogastrik, pemasangan pipa rektum,pemberian antibiotik,
lavase kolon dengan irigasi cairan, koreksi elektrolit serta penjagaan nutrisi.9,8
b. Penatalaksanaan
dengan bedah :
Tahap
pre operasi yang harus dilakukan pada bayi adalah
a) berhenti
menyusu dan menggantikan nutrisi dengan cairan langsung melalui pemasangan infus,
b) pemasangan
pipa berupa tabung elastis melalui hidung dengan tujuan untuk menguras cairan
dan udara yang ada di lambung.
c) pembersihan feses secara teratur melalui
tabung tipis yang dimasukkan ke anus menggunakan air garam hangat untuk melunakkan
dan membersihkan feses,
d) pemberian
antibiotik apabila terjadi enterokolitis. Teknik operasi “pull-through” dimana
bagian usus yang terkena dibuang dan bagian usus yang sehat disambungkan
merupakan teknik operasi yang paling sering dilakukan pada bayi. Operasi pada
bayi biasanya dilakukan pada saatbayi berusia sekitar tiga bulan. Apabila
kondisi bayi tidak memungkinkan, maka operasi dilakukan dalam du tahap. Tahap
pertama dengan melakukan kolostomi, dilakukan beberapa hari setelah lahir
dengan pembuatan lubang sementara (stoma) buatan di perut oleh dokter bedah
sehingga kotoran akan melewati lubang tersebutsampai kondisi bayi cukup baik
untuk menjalani operasi tahap kedua yang biasanya dilakukan di sekitar usia
tiga bulan, yaitu untuk mengambil bagian usus yang terkena,menutup lubang dan
menggabungkan usus yang sehat bersama-sama.1
B.
Obstruksi
Billiaris
1.
Pengertian
Obstruksi Billiaris merupakan suatu
kelainan bawaan karena adanya penyumbatan pada saluran empedu, sehingga cairan
empedu tidak dapat mengalir kedalam usus dan akhirnya dikeluarkan dalam feses.
Obstruksi biliaris adalah sumbatan
pada duktus ( saluran ) yang dilalui empedu dari hati menuju kantung empedu,
atau dari kandung empedu menuju usus kecil. Sumbatan dapat terjadi dalam
berbagai level sepanjang sistem biliaris.5
2. Tanda dan gejala
Tanda dan gejala klinis utama yang
terjadi adalah sebagai akibat langsung dari kegagalan dari empedu di ekskesikan
ke tempat seharusnya ia berada.5
3. Pemeriksaan
Laboratorium Obstruksi Biliari
a.
Serum Biliaris
Terlepas dari penyebab kolestasis,
kadar serum bilirubin (terutama direct) biasanya meningkat. Namun, kondisi
hiperbilirubinemia tidak dapat membantu secara meyakinkan dalam membedakan diantara
berbagai penyebab obstruksi.
a)
Obstruksi akstrahepati
Biasanya terkait dengan peningkatan
kadar bilirubin baik langsung maupun tidak langsung. Namun, pada fase awal
obstruksi dan pada obstruksi sebagian atau terputus-putus, kadar bilirubin
serum hanya dapat sedikit meningkat. Awalnya, peningkatan kadar bilirubin
terkonjugasi, terjadi tanpa mempengaruhi tingkat bilirubin tak terkonjugasi
karena obstruksi CBD mencegah ekskresi bilirubin terkonjugasi ke dalam duo
denum.
Bilirubin terkonjugasi yang mencapai
usus akan di-dekonjugasi oleh bakteri usus. Bilirubin tak terkonjugasi, berbeda
dengan yang terkonjugasi, dapat dengan mudah melintasi penghalang epitel usus
dan masuk ke dalam darah. Bilirubin tak terkonjugasi ini terakumulasi dalam
darah oleh karena mekanisme penyerapan dan sel-sel hati telah terbebani oleh
bilirubin terkonjugasi yang tidak dapat diekskresikan. Oleh karena itu,
kadar bilirubin tidak langsung dapat naik juga, bahkan pada orang dengan
ikterus obstruktif.
b)
Obstruksi intraphatik
Baik fraksi bilirubin terkonjugasi
dan tak terkonjugasi, keduanya dapat meningkat dalam proporsi yang bervariasi.
Fraksi tak terkonjugasi dapat meningkat karena ketidakmampuan sel yang rusak
untuk meng-konjugasi bilirubin tak terkonjugasi dalam jumlah normal dalam serum.
Sementara, peningkatan fraksi terkonjugasi biasanya hasil dari defisiensi
metabolik dalam mekanisme ekskresi disebabkan oleh proses inflamasi dari
penyakit.
b.
Alkali fosfatase ( APL)
ALP merupakan enzim yang terikat
membran, terlokalisasi pada kutub kanalikular biliaris dari hepatosit. Kadar
ALP meningkat pada orang dengan obstruksi bilier. Namun, tingginya kadar enzim
ini tidaklah spesifik untuk kolestasis. Untuk menentukan apakah enzim ini
berasal dari gangguan pada hati, dilakukan juga pengukuran gamma-glutamyl
transpeptidase (GGT) atau 5-prime-nucleotidase. Bila kadar enzim ini juga
meningkat, bersamaan dengan peningkatan ALP, maka kemungkinan besar telah
terjadigangguan pada hati. GGT paling sering digunakan. Meski ALP menjadi salah
satu enzimm yang dievaluasi secara rutin
pada obstruksi bilier, kadar ALP tidak dapat digunakan untuk membedakan antara
penyebab ekstrahepatik dan intrahepatik dari obstruksi bilier tersebut.
a)
Obstruksi
ekstrahepatik
kadar ALP
meningkat pada hampir 100% dari pasien, kecuali dalam beberapa kasus obstruksi
sebagaian atau terputus-putus (intermitten). Nilai biasanya lebih besar 3 kali
dari batas atas kisaran referensi, dan dalam kebanyakan kasus yang khas, kadar
ALP meningkat hingga melebihi 5 kali batas atas nilai normalnya. Peningkatan
kurang dari 3 kali batas atas nilai normal, adalah bukti terhadap obstruksi
ekstrahepatik lengkap.
b)
Obstruksi
intrahepatik
kadar ALP
meningkat,dan sering kurang dari 3 kali batas atas dari kisaran referensi
normal. Namun 5-10% pasien dapat memiliki kenaikan kadar ALP yang lebih besar.
4. Gambaran klinis
Gejala mulai
terlihat pada akhir minggu pertama ketika bayi tampak ikterus. Selain itu,
feses tampak berwarna putih ke abu-abuan, terlihat seperti dempul, dan urin
tampak berwarna lebih tua karena mengandung urobilin.5
5.
Penatalaksaan
a). Berikan
perawatan layaknya bayi normal lainnya, seperti pemberian nutrisi yang adekuat,
pencegahan hipotermi, pencegahan infeksi, dan lain-lain.
b). Lakukan konseling pada orang tua
mereka menyadari bahwa menguningnya tubuh bayi bukan disebabkan oleh masalah
yang biasa, tetapi karena adanya penyumbatan pada saluran empedu.
c). Berikan informed consent dan
informed choice untuk dilakukan rujukan.5
C.
Omfalokel
dan Gastroskiziz
1. Definisi
Omfalokel
adalah suatu kelainan bawaan yang ditandai dengan tampaknya protrusi dari
kantong yang berisi usus dan visera abdomen. Sementara itu, gastrokizis adalah
suatu keadaan ketika isi abdomen keluar melalui defek dinding abdominal pada
umbilikus tanpa membran pembungkus.5
Gastroschisis
merupakan kelainan kongenital pada dinding abdomen yang ditandai dengan adanya
herniasi visera abdomen keluar cavum abdomen melalui defek yang terletak di
sebelah umbilicus. Gastroschisis biasanya berisi usus halus dan sama sekali
tidak terdapat membran yang menutupinya. Kadangkadang terdapat jembatan kulit
diantara defek tersebut dengan umbulikalis. Dibanding omphalokel (1:6.000),
insiden angka kejadian gastroschisis jauh lebih rendah (1:20.000-30.000).7
2. Etiologi
Terjadinya
omfalokel dan gastoskizis disebabkan karena adanya kegagalan organ dalamuntuk
kembali ke rongga abdomen. Kegagalan ini terjadi ketika janin berumur 10 minggu.5
Embriologi
Banyak kontroversi berhubungan dengan penyebab gastroschisis. Defek abdominal
pada gastroschisis terletak di sebelah lateral dan hampir selalu pada sebelah
kanan dari umbilikus. Isi cavitas abdomen yang tereviserasi tidak tertutup oleh
kantong peritoneum yang intak. Defek tersebut sebagai hasil dari rupturnya
basis dari tali pusat dimana merupakan area yang lemah dari tempat involusi
vena umbilikalis kanan. Pada awalnya terdapat sepasang vena umbilikalis, yaitu
vena umbilikalis kanan dan kiri. Ruptur tersebut terjadi in-utero pada daerah
lemah yang sebelumnya terjadi herniasi fisiologis akibat involusi dari vena
umbilikalis kanan. Keadaan ini menerangkan mengapa gastroschisis hampir selalu
terjadi di lateral kanan dari umbiliks. Teori ini didukung oleh pemeriksaan USG
secara serial , dimana pada usia 27 minggu terjadi hernia umbilikalis dan
menjadi nyata gastroschisis pada usia 34,5 minggu. Setelah dilahirkan pada usia
35 minggu, memang tampak gastroschisis yang nyata.7
3. Diagnosis
Gastroschisis
dapat diketahui secara dini dengan pemeriksaan AFP (alfa feto protein) pada
cairan amnion dan melalui USG pada usia
kehamilan 14 minggu. Pada gastroschisis, USG akan memperlihatkan gambaran usus
yang mengambang bebas dalam cairan amnion.7
4. Penatalaksaan
1.
Penanganan yang diberikan hampir
sama dengan bayi normal lainnya, misalkan pemberian nutrisi yang adekuat,
pencegahan hiportermi, dan lain-lain.
2.
Lakukan tindakan pencegahan infeksi
sebelum pembedahan dengan cara mengolesi merkurokrum dan menutupnya dengan kasa
steril, lalu ditutup sekali lagi dengan kapas yang agak tebal, dan terakhir
pasang gurita.
3.
Berikan informed consent dan
informed choice untuk dilakukan pembedahan setelah ada penebalan selaput
kantong.5
BAB III
TINJAUAN KASUS
Contoh Kasus
:
Ny. D mengeluh pada bidan bahwa
anaknya yang baru saja dilahirkan di RSB 3 jam yang lalu terlihat sangat rewel
dan mengatakan seperti ada kelainan pada perut bayinya, ibu terlihat sangat
cemas dan sedih akan keadaan bayinya.
Di dat pada tanggal/jam : 18 Maret 2019/13.00 WIB
I. DATA SUBJEKTIF
A.
Identitas
Bayi
Nama :Bayi Ny.”D”
Umur :3 Jam
Tgl/Jam Lahir :18 Maret/10.00 WIB
Jenis Kelamin :Perempuan
Berat Badan : 2500 gr
Panjang Badan :48 cm
Orang Tua
Nama Ibu :Ny.”D”
Nama Suami :Tn.”H”
Umur :19Tahun
Umur :23 Tahun
Suku :Semarang
Suku : Semarang
Agama :Islam
Agama
:Islam
Pendidika :SMP Pendidikan
:SMA
Pekerjaan :IRT
Pekerjaan
:Swasta
No.Telp :08536472136
No.Telp
:0853648890
Alamat : Jl.Parak Salai
Alamat
:Jl.Parak Salai
1.
Keluhan Utama :
ibu
mengatakan ada kelainan diperut anaknya dan ibu mengatakan anaknya
` sangat rewel
2.
Riwayat Penyakit Kehamilan
a.
Pendarahan :Tidak Ada
b.
Pre-Eklamsi : TidakAda
c.
Eklamsi : TidakAda
d.
Penyakit Kehamilan : Tidak Ada
e.
Anemia : Tidak Ada
f.
Lain- Lain : Tidak Ada
3.
Kebiasaan Waktu Hamil
a.
Obat-Obatan : Tidak pernah minum obat asam folat
b.
Merokok : Ada
c.
Minum Alcohol : Ada
d.
Lain-Lain : Tidak Ada
4.
Riwayat Persalinan Sekarang
a.
Jenis Persalinan : SC
b.
Masa Gestasi : 39 minggu
c.
Ditolong Oleh : Dokter dan Bidan
d.
Ketuban :
Warna : Jernih
Bau : Amis
Jumlah : 450 cc
e.
Tali Pusat :
Ada
f.
Plasenta : Ada
g.
Komplikasi :
Ibu : Tidak Ada
Bayi : Omfalokel
h.
Keadaan BBL : Tidak Baik
i.
Resusitasi : TidakAda
j.
Pengisapan Lendir : Ada
II. DATA OBJEKTIF
1.
PemeriksaanUmum
a.
Kesadaran : Composmentis
b.
Suhu :36,7”C
c.
Nadi :130 x/menit
d.
Pernafasan :48 x/menit
e.
Bb :2500 gram
f.
Pb :48 cm
g.
Keaktifan :Kurang Aktif
h.
Tangisan :Kuat
2.
Pemeriksaan fisik
a.
Kepala: ukuran kepala normal tidak ada caput, sefal dan kelainan bawaan
b.
Muka : simetris, tidak pucat ,tidak ada kelainan, tidak ada sindrom down
c.
Mata : tidak ada pengeluaran secret, tidak ada kelainan
d.
Hidun : simetris, terdapat dua lubang hidung, Tidak ada pernafasan cuping hidung, terdapat sekat hidung
e.
Telinga: simetris, ada lubang telinga ,tidak ada kelainan
f.
Leher : ukuran
normal (pendek dengan lipatan tebal), pergerakan baik, tidak ada pembengkakan, tidak ada perbesaran kelenjar tiroid dan vena jugulari
g.
Lengan tangan: gerakan normal, jari lengkap
h.
Dada : simetris, tidak ada retraksi dinding dada, putting susu simetris
i.
Perut : pada dinding Perut tidak terdapat dinding perut hanya terdapat selaput yang membungkus Isi perut, kelihatan seperti usus, Tali pusat tertanam pada selaput
j.
Genetalia : labia mayora sudah menutupi labia minora, ada lubang uretra dan vagina
k.
Tungkai/kaki : simetris, jumlah jari kaki lengkap
l.
Lubang Anus : ada
m. Punggung : tidak ada pembengkakan atau cekungan ,tidak ada spina bifida
n.
Kulit : warna kemerahan kecuali dinding perut
o.
Kuku : merah muda
3.
Reflek
a.
Moro : +, ada reflek ketika dikejutkan
b.
Rooting : +, ada respon mencari putting dilihat saat menyusui
c.
Swalling : +, ada respon menelan
d.
Graps : +, ada respon mengenggam
e.
Sucking : +, ada saat mengisap putting
f.
Tonicneck : +, ada respon ingin mengangkat leher
4.
Antropometri
a.
PB : 48 cm
b.
LK : SFO 32 cm, SOB 31 cm, SMO 35 cm
c.
LD : 33 cm
d.
BB : 2500 g
5.
Catatan Medik
Lahir Tanggal : 18 November 2019
Jam : 10.00
Tempat Persalinan : RSB
Penolong : Dokter dan Bidan
Jenis Persalinan : SC
Indikasi : Dari hasil usg tidak dapat dinding perut
III. ANALISA
Neonatus cukup bulan sesuai masa kehamilan usia 3 jam dengan omfalokel
Masalah Potensial : Omfalokel
Kebutuhan seger : Segera rujuk ke Rumah sakit yang fasilitasnya lebih lengkap untuk dilakukan operasi bedah.
IV. PENATALAKSANAAN
1.
Menjelaskan kepada ibu bahwa anaknya mempunyai kelainan bawaan yaitu omfalokel. Omfalokel yaitu sebagi anisi perut berada diluar dan hanya dilapisi oleh selaput.
Ev : Ibu mengerti dengan apa yang dijelaskan dan kemudian menangis.
2.
Memberitahu ibu untuk selalu menjaga kehangatan bayinya agar bayi tidak hipotermi,
Ev : ibu paham dengan penjelasan dan akan merealisasikannya
3.
Memberitahu ibu sebelum melakukan perawatan pada bayinya usahakan mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir
Ev : ibu mengerti dengan apa yang dijelaskan
4.
Menjelaskan dan mengajarkan kepada ibu untuk perawatannya dengan cara selalu mengompres perut bayi yang menonjol dengan kasa yang di basahi larutan anti septic yaitu yodium
Ev : ibu mengerti dengan apa yang dijelaskan dan bisa mempraktekan kembali cara perawatan pada bayinya.
5.
Menyarankan asi ekslusif untuk bayinya dengan cara alternative seperti pipet dll
Ev :Ibu mengerti dan akan merealisasikannya
6.
Memberitahu ibu jangan terlalu sering menyentuh bagian perut bayinya, karna bias menimbulkan infeksi
Ev : ibu paham dan akan merealisasikannya
7.
Memberikan rujukan inform consent dan inform choice pada ibu dan keluarga untuk menentukan langkah apa yang harus dilakukan selanjutnya
Ev :Ibu mengerti dan setuju untuk dilakukan operasi bedah di rumah sakit yang menyediakan fasilitas tersebut
8.
Memberitahu kepada ibu omfalokel bias disembuhakan dengan cara pembedahan dengan perlahan-lahan memasukan bagian yang menonjol ke dalam rongga perut
Ev :ibumengertidengan
yang dijelaskan.
9.
Memberi dukungan mental kepada ibu dan keluarga dalam menghadapi keadaan bayinya
Ev :Ibu terlihat ada semangat kembali
BAB IV
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Omfalokel
adalah suatu kelainan bawaan yang ditandai dengan tampaknya protrusi dari
kantong yang berisi usus dan visera abdomen,Pada kasus ibu mengatakan seperti
ada kelainan pada dinding perut bayi nya, pada kasus dan teori sesuai maka
tidak ada kesenjangan.
Tanda gejala omfalokel ditandai
dengan tampaknya protrusi dari kantong yang berisi usus dan visera abdomen,
suatu keadaan ketika isi abdomen keluar melalui dinding abdominal pada
umbilikus tanpa membran pembungkus. Dari studi kasus yang ada didapatkan
pemeriksaan fisik pada bayi Ny. D tidak terdapat dinding perut, terdapat selaput yang membungkus isi
perut, kelihatan seperti usus, tali pusat tertanam pada selaput. Pada kasus ini
tidak terdapat kesenjengan antara kasus dan teori.
Penatalaksanaan
pada kasus omfalokel seperti penanganan yang diberikan hampir sama dengan bayi
normal, misalkan pemberian nutrisi, pencegahan hipotermi, pencegahan infeksi
dan memberikan informed consent dan choice untuk dilakukan pembedahan setelah
ada penebalan selaput kanotong. Dari studi kasus pada bayi Ny. D
penatalaksanaanya seperti pencegahan hipotermi, mengajarkan ibu cara perawatan dinding perut yang terbuka, pemberian ASI dan
melakukan informed consent dan choice untuk tindakan rujukan. Maka dalam hal
ini tidak terdapat kesenjangan.
BAB V
PENUTUP
A. SIMPULAN
Kelainan
kongenital adalah kelainan yang telah
dibawa sejak lahir, yang
merupakan penyimpangan dari bentuk umum karena gangguan perkembangan dikemudian
hari. Sebab langsung sukar diketahui.
Macam-macamnya seperti Hisprung,
Omfalokel, Gastroskiziz,
Obstruksi
Billiaris, BBLR, labiopalatoskisis dan atresia ani.
B. SARAN
1.
Bagi pasien
Diharapkan makalah ini
dapat menambah wawasan bagi pasien tentang kelainan kongenital pada bayi.
2.
Bagi tenaga kesehatan
Diharapakan dalam
mempelajari asuhan neonatus, seorang tenaga kesehatan mengetahui kelainan
kongenital atau cacat bawaan yang biasanya terjadi pada neonatus sehingga mampu
memberikaan asuhan neonatus dengan baik dan sesuai dengan kewenangan profesi.
2.
Bagi penulis
Bagi penulis selanjutnya
bisa jadi referensi untuk penelitian selanjutnya yang berkaitan dengan judul
makalah ini.
DAFTAR
PUSTAKA
1. Kenny, S. et. al. (2010).
Hirschsprung’s Disease. Semin Pediatr Surg. 19(3), pp. 194-200.
Kessmann, J. (2006). Hirschsprung's Disease: Diagnosis and Management. Am Fam
Physician. 74(8), pp. 1319-1322. Denham, J. Kids Health (2018). Hirschsprung's Disease. NHS Choices UK
(2016). Health A-Z. Hirschsprung’s
Disease. Mayo Clinic (2018). Diseases and Conditions. Hirschsprung’s Disease. WebMD (2017). What
Is Hirschsprung’s Disease?
2.
Saputra A H. 2017. Angka Kematian Bayi karena Kelainan Kongenital
4. Okezone.com/read/2017/03/20/481/1647295/angka-kematian-bayi-karenakelainan-kongenital-meningkat-di-indonesia.Diaskes 20 oktober 2017].
5.
Irmawati, 2015, Bayi
dan Balita Sehat dan Cerdas, PT Elex Media Komputindo, Jakarta
6.
Maternity, D, dkk,
2018, Asuhan Kebidanan Neonatus, Bayi,
Balita dan Anak Prasekolah, CV ANDI, Yogyakarta.
7.
Dewi, F, 2010, Asuhan
Neonatus Bayi dan Balita, Salemba Medika, Jakarta.
8.
Sholichah, Nur
Ulfiatus. "Hubungan Paparan Pestisida dengan Kejadian Kelainan Kongenital
di Kabupaten Jember."
9. Sari, Djayanti, Yunita
Widyastuti, and Susi Handayani. "Penatalaksanaan Cairan Perioperatif Pada
Gastroschisis."
10. Suryandari, Artathi Eka. "Analisis
Faktor Yang Mempengaruhi Hirschsprung Di Rumah Sakit Prof. Dr. Margono Soekarjo
Purwokerto." Bidan Prada: Jurnal
Publikasi Kebidanan Akbid YLPP Purwokerto (2017).
11.
Kartono D, 201, Penyakit
Hirschsprung, Sagung Seto, Jakarta.
12.
Schwartz, M.W, 2005, Pedoman Klinis
Pediatri, EGC, Jakarta.
No comments:
Post a Comment